Meski Jember bukan merupakan penghasil tape singkong, namun di kota
yang berjarak 200 kilometer dari Surabaya itu memiliki beragam makanan
khas berbahan dasar tape. Sebut saja prol tape (cake tape), brownies
tape, pia tape, suwar-suwir dan dodol tape. Tak heran jika kemudian
Jember jadi sentra industri kue serba tape.
Di Jember, terdapat banyak pembuat berbagai makanan berbahan tape.
Usaha itu merupakan lahan tersendiri bagi masyarakat setempat. Salah
satunya adalah
Rochim
(71) yang tinggal di Jl. Wachid Hasyim, Jember. Bapak delapan anak ini
sudah sejak 1987 menekuni usaha pembuatan suwar-suwir, makanan khas
Jember yang mirip dodol dengan rasa asam manis, dengan aroma tape.
“Awalnya, selain untuk menambah penghasilan keluarga karena saya cuma
guru SMP, saya juga ingin memberikan pekerjaan tambahan buat ibu-ibu
setempat karena wilayah di sini ketika itu termasuk ke dalam lingkungan
ekonomi kelas menangah ke bawah,” papar Rochim, produsen suwar-suwir
merek Rama.
Ketika itu, lanjut Rochim, ia memproduksi suwar-suwir dalam bentuk
lembaran tipis-tipis berwarna putih kekuningan, sewarna dengan warna
tape. Karena lembaran tipis-tipis itulah kemudian kue ini disebut
suwar-suwir. Rochim yang kini sudah pesiun sebagai guru di sebuah SMP
Katolik, kemudian berinovasi.
Bentuk suwar-suwirnya tak lagi berupa lembaran tipis-tipis lagi,
melainkan dibentuk kotak memanjang sebesar jari orang dewasa. Tujuannya,
agar lebih enak saat dikonsumsi. “Ternyata, bentuk yang baru lebih bisa
diterima pembeli sampai sekarang ini,” ucap Rochim.
Rochim kini mampu mengembangkan usahanya menjual suwar-suwir
khas Jember (Foto: Gandhi Wasono M)
Suwar-suwir Aneka Rasa
Di awal usahanya, Rochim tak langsung mendapat untung besar. Ia
benar-benar harus merangkak dari bawah untuk mengembangkan usahanya.
Rochim pun tak langsung berani membuat suwar-suwir dalam jumlah banyak.
Sekali pembuatan hanya menjadi beberapa kilogram suwar-suwir saja.
Setelah dikemas, kemudian ia titipkan ke toko-toko yang menjual aneka
oleh-oleh khas Jember.
“Lambat laun usaha saya makin berkembang. Tapi, saat ini produksinya
stabil saja, tak bisa terlalu meningkat, mengingat saat ini produsen
suwar-suwir makin banyak.” Seiring waktu, sejumlah produsen suwar-suwir
termasuk Rochim lalu berinovasi menciptakan suwar-suwir dengan berbagai
rasa, seperti cokelat, sirsak, dan lainnya.
Dulu, lanjut Rochim, pembuat suwar-suwir memang memerlukan fisik yang
kuat, mengingat proses membuatnya yang makan waktu hingga dua jam. Si
pembuatnya tak boleh berhenti mengaduk adonan tape dan gula yang dimasak
di atas tungku. “Tapi sekarang, pengaduknya sudah pakai mesin yang
dijalankan dengan dinamo dan sumber listrik,” papar Rochim.
Tanpa bermaksud berpromosi, katanya, meski saat ini banyak produsen
suwar-suwir, Rochim tak takut bersaing. Sebab, kualitas suwar-suwir
buatannya dinilai memiliki cita rasa yang istimewa. “Di manapun juga,
suwar-suwir itu bahannya cuma gula dan tape, tapi karena kami punya
takaran yang pas, ditunjang tape berkualitas, jadi hasilnya berbeda,”
ujar Rochim bangga.
Rochim pun lalu berbagi cara membuat suwar-suwir istimewanya. Tape
yang akan dimasak dengan gula, terlebih dulu harus dipilih satu per satu
dan dihilangkan seratnya. Tapenya ia dapat dari pemasok di Bondowoso,
yang memang merupakan sentra penghasil tape, sekaligus daerah yang
memiliki rasa tape yang terkenal istimewa dan belum ada yang menandingi.
Saat ini, dalam sekali pembuatan yang dilakukan dua hari sekali,
Rochim membuat suwar-suwir dari 30 kilogram tape dan gula. Jumlah itu,
jelasnya, pada proses pembuatannya akan mengalami penyusutan sekitar 30
persen. Setelah jadi adonan, kemudian dicampur esens. Selanjutnya
didiamkan untuk mengalami proses fermentasi beberapa saat agar adonan
mengeras. Kemudian dipotong-potong, dilapisi plastik dan dikemas.
“Sampai sekarang saya masih menitipkan suwar-suwir ke toko-toko
penjualan oleh-oleh yang ada di Jember,” kata Rochim seraya mengatakan,
suwar-suwirnya dibuat tanpa bahan pengawet dan mampu bertahan hingga
setahun lamanya. “Gula, kan, juga berfungsi sebagai bahan pengawet,”
imbuh Rochim.
Aneka makanan beraroma tape yang lezat, oleh-oleh khas
jember (Foto: Gandhi Wasono M)
Lezatnya Prol Tape
Selain suwar-suwir, kue yang juga sangat terkenal sebagai oleh-oleh
dari Jember adalah prol tape. Sebenarnya, prol tape ini hampir sama
dengan
cake
tape. Hanya saja, jika membuat
cake
menggunakan bahan tepung terigu, sementara prol menggunakan tape
singkong. Dan belakangan ini, bagian atas prolnya ditaburi parutan keju
sehingga memberikan sensasi rasa berbeda. “Prol tape menjadi produk
andalan jualan kami sehari-hari,” kata
Ny. Amsal Cholis Asyik
(73), produsen sekaligus pemilik Toko Primadona, Jl. Trunojoyo, Jember.
Karena kelezatannya, dalam sehari ia bisa menjual sekitar 250 sampai
300 kotak prol tape per hari. Namun, di hari libur ia bisa menjualnya
beberapa kali lipat. “Bahkan kalau pas liburan panjang, seharinya saya
bisa menjual prol tape sampai 1000 kotak, lho,” kata Ny. Amsal, yang
tokonya menjadi
jujugan
(
rujukan,
Red.)
tamu yang datang ke Jember ketika akan membeli oleh-oleh.
Soal harga, Ny. Amsal pun tak mematok harga terlalu tinggi. Untuk
prol tape ukuran kecil Rp 17 ribu, sedangkan yang besar Rp 21 ribu.
“Dibandingkan yang dijual di kota besar seperti Surabaya atau Jakarta,
prol tape di sini jauh lebih murah,” ujar Ny. Amsal setengah berpomosi.
Namun, bila ditilik berdasarkan sejarahnya, tak heran bila kemudian
prol tape buatan Ny. Amsal digemari banyak orang. Sebab, dirinya sudah
merintis usaha ini sudah sejak lama. Semua jenis makanan yang dijual di
tokonya merupakan warisan orangtunnya, yang memang sejak dulu menjual
prol tape.
Prol tape, papar Ny. Amsal, sejak zaman Belanda memang sudah ada.
Bahkan, nenek dan ibunya dulu juga sudah biasa membuatnya, bahkan
namanya pun tak berubah hingga kini. “Saya tidak tahu kenapa disebut
prol tape. Tapi kalau saya pikir, mungkin karena saat dimakan langsung
pecah atau
ngeprol
sehingga dinamakan kue prol,” kata Amsal sambil tertawa.
Resep prol tape ini, lanjut Ny. Amsal, sejak dulu sampai sekarang pun
tak ada yang berubah. “Saya tetap mempertahankan resep yang saya dapat
dari pendahulu saya, kecuali tambahan parutan keju di atasnya, agar
terlihat lebih mengikuti zaman,” imbuh Ny. Amsal yang menjadikan bagian
belakang rumahnya sebagai tempat produksi.
Kendati demikian, di zaman dulu prol tape belum sepopuler sekarang.
Kue prol tape baru dikenal di pasaran sekitar 10 tahun lalu. Ini berbeda
sekali dengan suwar-suwir yang memang sejak zaman dulu sudah dikenal
banyak orang sebagai salah satu camilan khas Jember.
Namun, Amsal mengakui, rasa kue prol memang lezat. Letak kelezatannya
ada pada tapenya, sehingga untuk bahan baku yang satu ini, benar-benar
ia jaga sekali mutunya. Tingkat kematangan tape singkong yang akan
dijadikan bahan kue prol harus benar-benar terjaga. Jangan sampai
terlalu matang atau sebaliknya. “Kalau sampai tidak pas matangnya, hasil
kue prolnya juga akan beda rasannya,” jelas ibu setengah baya yang
masih tampak bugar di usianya yang senja.
Sejumlah pegawai di "pabrik" brownies tape milik Firdaus dan
prol tape milik Ny Amsal (Foto: Gandhi Wasono M)
Brownies, Dodol & Pia Tape
Selain dijadikan suwar-suwir dan prol tape, saat ini tape juga bisa
dijadikan makanan dalam bentuk lain, diantaranya adalah brownies dan
pia. Untuk brownies, komposisi tepung terigunya memang masih lebih
dominan. Akan tetapi, tape dalam adonan ini lebih banyak dijadikan
tambahan agar browniesnya memiliki cita rasa berbeda dibandingkan
brownies pada umumnya. “Brownies berbahan tepung dan cokelat, kan, sudah
biasa. Yang ditambahkan tape, selain rasa cokelat, ada aroma wangi dan
asam tapenya,” kata
Firdausi Nirwana
(54) pemilik usaha brownies tape merek Purnama Jati.
Demikian pula dengan pia, yang berbahan utama tape rasanya masih
sangat jarang. Soal rasa, ternyata tak akan kalah dengan pia yang sudah
ada selama ini. Untuk pia tape, Firdaus memang baru sekitar dua bulan
ini mencoba memprodusksinya, Tetapi, dari hasil penjualannya selama ini,
ia yakin kelak memiliki prospek yang bagus, bahkan tak kalah dengan
oleh-oleh jenis lain. “Saat ini memang belum terlalu banyak terjual.
Tapi saya amati, trennya makin hari minat masyarakat makin meningkat,”
imbuh Firdaus.
Firdaus membuka usaha makanan berbasis tape sejak 10 tahun lalu.
Awalnya, setelah suaminya penisun dini dari perusahaan gas, ia mencoba
usaha lain, yaitu membuak wartel. Namun, ternyata, usaha itu tak banyak
memberikan keuntungan. Sejak itu, ia lalu beralih membuat brownies tape
yang ia titipkan ke toko-toko oleh-oleh yang ada di Jember. “Di awal
merintis usaha, sehari paling laku cuma enam kotak brownies tape,”
kenangnya.
Ia tak putus asa dan terus berusaha memperbaiki mutu produknya.
Firdaus lalu mencari komposisi yang pas, antara tepung, cokelat, tape
dan bahan lainnya. “Alhamdulillah, setelah berulang kali belajar dan
mencoba, saya akhirnya bisa menemukan kompsisi kue yang pas seperti
sekarang ini,” papar ibu empat anak. Firdaus bahkan sudah memiliki
sebuah
outlet
cukup mewah di rumahnya sendiri.
Kini, dalam sehari paling tidak Firdaus bisa menjual sekitar 200
kotak briownies tape, dan jumlah itu akan bertambah berlipat-lipat
setiap hari libur tiba. Selain menjual brownies tape dan pia tape,
sebenarnya Firdaus juga membuat varian lain, yaitu suwar-suwir dan dodol
tape. Untuk dodol, ia membuat aneka rasa seperti sirsak, durian, dan
yang paling laris, dodol rasa nangka.
Bicara soal dodol tape, ia mengkui, proses pembuatannya memang lebih
memakan waktu. Sebab, dalam membuat adonan dodol, paling tidak
dibutuhkan waktu lima jam lamannya. “Memang cukup menguras tenaga,”
tukasnya. seraya menutup pembicaraan.
Gandhi Wasono M.