Jumat, 14 Desember 2012

suar-suir





Meski Jember bukan merupakan penghasil tape singkong, namun di kota yang berjarak 200 kilometer dari Surabaya itu memiliki beragam makanan khas berbahan dasar tape. Sebut saja prol tape (cake tape), brownies tape, pia tape, suwar-suwir dan dodol tape. Tak heran jika kemudian Jember jadi sentra industri kue serba tape.
Di Jember, terdapat banyak pembuat berbagai makanan berbahan tape. Usaha itu merupakan lahan tersendiri bagi masyarakat setempat. Salah satunya adalah Rochim  (71) yang tinggal di Jl. Wachid Hasyim, Jember. Bapak delapan anak ini sudah sejak 1987 menekuni usaha pembuatan suwar-suwir, makanan khas Jember yang mirip dodol dengan rasa asam manis, dengan aroma tape.
“Awalnya, selain untuk menambah penghasilan keluarga karena saya cuma guru SMP, saya juga ingin memberikan pekerjaan tambahan buat ibu-ibu setempat karena wilayah di sini ketika itu termasuk ke dalam lingkungan ekonomi kelas menangah ke bawah,” papar Rochim, produsen suwar-suwir merek Rama.
Ketika itu, lanjut Rochim, ia memproduksi suwar-suwir dalam bentuk lembaran tipis-tipis berwarna putih kekuningan, sewarna dengan warna tape. Karena lembaran tipis-tipis itulah kemudian kue ini disebut suwar-suwir. Rochim yang kini sudah pesiun sebagai guru di sebuah SMP Katolik, kemudian berinovasi.
Bentuk suwar-suwirnya tak lagi berupa lembaran tipis-tipis lagi, melainkan dibentuk kotak memanjang sebesar jari orang dewasa. Tujuannya, agar lebih enak saat dikonsumsi. “Ternyata, bentuk yang baru lebih bisa diterima pembeli sampai sekarang ini,” ucap Rochim.
Rochim
Rochim kini mampu mengembangkan usahanya menjual suwar-suwir khas Jember (Foto: Gandhi Wasono M)
Suwar-suwir Aneka Rasa
Di awal usahanya, Rochim tak langsung mendapat untung besar. Ia benar-benar harus merangkak dari bawah untuk mengembangkan usahanya. Rochim pun tak langsung berani membuat suwar-suwir dalam jumlah banyak. Sekali pembuatan hanya menjadi beberapa kilogram suwar-suwir saja. Setelah dikemas, kemudian ia titipkan ke toko-toko yang menjual aneka oleh-oleh khas Jember.
“Lambat laun usaha saya makin berkembang. Tapi, saat ini produksinya stabil saja, tak bisa terlalu meningkat, mengingat saat ini produsen suwar-suwir makin banyak.” Seiring waktu, sejumlah produsen suwar-suwir termasuk Rochim lalu berinovasi menciptakan suwar-suwir dengan berbagai rasa, seperti cokelat, sirsak, dan lainnya.
Dulu, lanjut Rochim, pembuat suwar-suwir memang memerlukan fisik yang kuat, mengingat proses membuatnya yang makan waktu hingga dua jam. Si pembuatnya tak boleh berhenti mengaduk adonan tape dan gula yang dimasak di atas tungku. “Tapi sekarang, pengaduknya sudah pakai mesin yang dijalankan dengan dinamo dan sumber listrik,” papar Rochim.
Tanpa bermaksud berpromosi, katanya, meski saat ini banyak produsen suwar-suwir, Rochim tak takut bersaing. Sebab, kualitas suwar-suwir buatannya dinilai memiliki cita rasa yang istimewa. “Di manapun juga, suwar-suwir itu bahannya cuma gula dan tape, tapi karena kami punya takaran yang pas, ditunjang tape berkualitas, jadi hasilnya berbeda,” ujar Rochim bangga.
Rochim pun lalu berbagi cara membuat suwar-suwir istimewanya. Tape yang akan dimasak dengan gula, terlebih dulu harus dipilih satu per satu dan dihilangkan seratnya. Tapenya ia dapat dari pemasok di Bondowoso, yang memang merupakan sentra penghasil tape, sekaligus daerah yang memiliki rasa tape yang terkenal istimewa dan belum ada yang menandingi.
Saat ini, dalam sekali pembuatan yang dilakukan dua hari sekali, Rochim membuat suwar-suwir dari 30 kilogram tape dan gula. Jumlah itu, jelasnya, pada proses pembuatannya akan mengalami penyusutan sekitar 30 persen. Setelah jadi adonan, kemudian dicampur esens. Selanjutnya didiamkan untuk mengalami proses fermentasi beberapa saat agar adonan mengeras. Kemudian dipotong-potong, dilapisi plastik dan dikemas. “Sampai sekarang saya masih menitipkan suwar-suwir ke toko-toko penjualan oleh-oleh yang ada di Jember,” kata Rochim seraya mengatakan, suwar-suwirnya dibuat tanpa bahan pengawet dan mampu bertahan hingga setahun lamanya. “Gula, kan, juga berfungsi sebagai bahan pengawet,” imbuh Rochim.
Aneka makanan beraroma tape
Aneka makanan beraroma tape yang lezat, oleh-oleh khas jember (Foto: Gandhi Wasono M)
Lezatnya Prol Tape
Selain suwar-suwir, kue yang juga sangat terkenal sebagai oleh-oleh dari Jember adalah prol tape. Sebenarnya, prol tape ini hampir sama dengan cake tape. Hanya saja, jika membuat cake menggunakan bahan tepung terigu, sementara prol menggunakan tape singkong. Dan belakangan ini, bagian atas prolnya ditaburi parutan keju sehingga memberikan sensasi rasa berbeda. “Prol tape menjadi produk andalan jualan kami sehari-hari,” kata Ny. Amsal Cholis Asyik (73), produsen sekaligus pemilik Toko Primadona, Jl. Trunojoyo, Jember.
Karena kelezatannya, dalam sehari ia bisa menjual sekitar 250 sampai 300 kotak prol tape per hari. Namun, di hari libur ia bisa menjualnya beberapa kali lipat. “Bahkan kalau pas liburan panjang, seharinya saya bisa menjual prol tape sampai 1000 kotak, lho,” kata Ny. Amsal, yang tokonya menjadi jujugan ( rujukan, Red.) tamu yang datang ke Jember ketika akan membeli oleh-oleh.
Soal harga, Ny. Amsal pun tak mematok harga terlalu tinggi. Untuk prol tape ukuran kecil Rp 17 ribu, sedangkan yang besar Rp 21 ribu. “Dibandingkan yang dijual di kota besar seperti Surabaya atau Jakarta, prol tape di sini jauh lebih murah,” ujar Ny. Amsal setengah berpomosi.
Namun, bila ditilik berdasarkan sejarahnya, tak heran bila kemudian prol tape buatan Ny. Amsal digemari banyak orang. Sebab, dirinya sudah merintis usaha ini sudah sejak lama. Semua jenis makanan yang dijual di tokonya merupakan warisan orangtunnya, yang memang sejak dulu menjual prol tape.
Prol tape, papar Ny. Amsal, sejak zaman Belanda memang sudah ada. Bahkan, nenek dan ibunya dulu juga sudah biasa membuatnya, bahkan namanya pun tak berubah hingga kini. “Saya tidak tahu kenapa disebut prol tape. Tapi kalau saya pikir, mungkin karena saat dimakan langsung pecah atau ngeprol  sehingga dinamakan kue prol,” kata Amsal sambil tertawa.
Resep prol tape ini, lanjut Ny. Amsal, sejak dulu sampai sekarang pun tak ada yang berubah. “Saya tetap mempertahankan resep yang saya dapat dari pendahulu saya, kecuali tambahan parutan keju di atasnya, agar terlihat lebih mengikuti zaman,” imbuh Ny. Amsal yang menjadikan bagian belakang rumahnya sebagai tempat produksi.
Kendati demikian, di zaman dulu prol tape belum sepopuler sekarang. Kue prol tape baru dikenal di pasaran sekitar 10 tahun lalu. Ini berbeda sekali dengan suwar-suwir yang memang sejak zaman dulu sudah dikenal banyak orang sebagai salah satu camilan khas Jember.
Namun, Amsal mengakui, rasa kue prol memang lezat. Letak kelezatannya ada pada tapenya, sehingga untuk bahan baku yang satu ini, benar-benar ia jaga sekali mutunya. Tingkat kematangan tape singkong yang akan dijadikan bahan kue prol harus benar-benar terjaga. Jangan sampai terlalu matang atau sebaliknya. “Kalau sampai tidak pas matangnya, hasil kue prolnya juga akan beda rasannya,” jelas ibu setengah baya yang masih tampak bugar di usianya yang senja.
Pegawai
Sejumlah pegawai di "pabrik" brownies tape milik Firdaus dan prol tape milik Ny Amsal (Foto: Gandhi Wasono M)
Brownies, Dodol & Pia Tape
Selain dijadikan suwar-suwir dan prol tape, saat ini tape juga bisa dijadikan makanan dalam bentuk lain, diantaranya adalah brownies dan pia. Untuk brownies, komposisi tepung terigunya memang masih lebih dominan. Akan tetapi, tape dalam adonan ini lebih banyak dijadikan tambahan agar browniesnya memiliki cita rasa berbeda dibandingkan brownies pada umumnya. “Brownies berbahan tepung dan cokelat, kan, sudah biasa. Yang ditambahkan tape, selain rasa cokelat, ada aroma wangi dan asam tapenya,” kata Firdausi Nirwana (54) pemilik usaha brownies tape merek Purnama Jati.
Demikian pula dengan pia, yang berbahan utama tape rasanya masih sangat jarang. Soal rasa, ternyata tak akan kalah dengan pia yang sudah ada selama ini. Untuk pia tape, Firdaus memang baru sekitar dua bulan ini mencoba memprodusksinya, Tetapi, dari hasil penjualannya selama ini, ia yakin kelak memiliki prospek yang bagus, bahkan tak kalah dengan oleh-oleh jenis lain. “Saat ini memang belum terlalu banyak terjual. Tapi saya amati, trennya makin hari minat masyarakat makin meningkat,” imbuh Firdaus.
Firdaus membuka usaha makanan berbasis tape sejak 10 tahun lalu. Awalnya, setelah suaminya penisun dini dari perusahaan gas, ia mencoba usaha lain, yaitu membuak wartel. Namun, ternyata, usaha itu tak banyak memberikan keuntungan. Sejak itu, ia lalu beralih membuat brownies tape yang ia titipkan ke toko-toko oleh-oleh yang ada di Jember. “Di awal merintis usaha, sehari paling laku cuma enam kotak brownies tape,” kenangnya.
Ia tak putus asa dan terus berusaha memperbaiki mutu produknya. Firdaus lalu mencari komposisi yang pas, antara tepung, cokelat, tape dan bahan lainnya. “Alhamdulillah, setelah berulang kali belajar dan mencoba, saya akhirnya bisa menemukan kompsisi kue yang pas seperti sekarang ini,” papar ibu empat anak. Firdaus bahkan sudah memiliki sebuah outlet cukup mewah di rumahnya sendiri.
Kini, dalam sehari paling tidak Firdaus bisa menjual sekitar 200 kotak briownies tape, dan jumlah itu akan bertambah berlipat-lipat setiap hari libur tiba. Selain menjual brownies tape dan pia tape, sebenarnya Firdaus juga membuat varian lain, yaitu suwar-suwir dan dodol tape. Untuk dodol, ia membuat aneka rasa seperti sirsak, durian, dan yang paling laris, dodol rasa nangka.
Bicara soal dodol tape, ia mengkui, proses pembuatannya memang lebih memakan waktu. Sebab, dalam membuat adonan dodol, paling tidak dibutuhkan waktu lima jam lamannya. “Memang cukup menguras tenaga,” tukasnya. seraya menutup pembicaraan.
 Gandhi Wasono M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar